CAKRATARA.COM – Aliansi Muda Banten Selatan (Ambas) menggelar audiensi bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten, pada Senin, 02 September 2024.

Dalam audensi itu, Ambas membahas empat pekerjaan proyek strategis daerah yang ada di wilayah Kabupaten Lebak bagian selatan.

Keempat projek dengan pagu anggaran lebih dari Rp117 miliar yang diserap dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten Tahun 2024 itu, diantaranya, Rekontruksi Jalan Simpang-Beyeh, Pembangunan Jalan Cikumpay-Ciparay, Rehabilitasi Irigasi DI Cibinuamgen dan Rehabilitasi Irigasi DI Cilangkahan 1.

“Kami membahas empat proyek strategis daerah yang saat ini tengah dikerjakan. Karena kuat dugaan kami bahwa empat pekerjaan tersebut terjadi masalah,” kata Koordinator Ambas, Haes Rumbaka, dalam rilis yang diterima wartawan.

Haes menuturkan hasil audisinya dengan pihak dinas yang diwakili oleh dua pejabat dari bidang sumber daya air dan bidang bina marga.

Menurut Haes, hampir semua keterangan yang disampaikan oleh PPTK Jalan sangat bertentangan dengan aturan sistem lelang ecatalog.

Padahal, kata Haes, sistem lelang menggunakan ecatalog sifatnya tetap dan mengikat. Perusahaan kontruksi yang menjadi pemenang tender, lanjut Haes, tidak dibenarkan merubah administrasi yang sudah ditetapkan sebelumnya, karena terikat kontrak.

Kemudian, Haes memaparkan salah satu persoalan yang sudah dilanggar baik oleh dinas mau pun pelaksana proyek pada pembangunan Jalan Cikumpay-Ciparay yang dikerjakan oleh PT Lambok Ulina.

Persoalan yang disebutkan yakni dukungan beton untuk pengerjaan proyek Jalan Cikumpay-Ciparay menggunakan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) milik PT SCG Redimix Indonesia.

Sementara fakta di lapangan, lanjut Haes, ternyata proyek tersebut tidak menggunakan beton dari pabrikasi perusahaan tersebut, melainkan dikirim oleh perusahaan Batching Plant PT Karya Sejati Redimix.

“Salah satu pernyataan yang dilontarkan oleh Kasi Bina Marga adalah membolehkan pelaksana proyek menerima barang meskipun tidak sesuai dengan pemilik sertifikat TKDN yang tertera di catalog elektornik,” tutur Haes.

Maka, mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Hukum ini menilai, bahwa langkah yang dilakukan oleh Dinas PUPR dan Pelaksana Proyek tersebut janggal administrasi, bahkan bisa disebut kejahatan transaksi eletronik.

“Cara seperti itu menurut saya pelanggaran. Masa awalnya dinas mesen beton dari PT SCG sementara yang datang malah produk bukan PT SCG, tapi dinas diam saja, harusnya kan ditolak bukan malah didukung, sama saja pelaksana proyek tersebut memanipulasi data eletronik,” tandasnya.

Merasa tidak puas dengan hasil audens, Koordinator Ambas mengaku bakal melayangkan surat audensi kembali ke Kejaksaan Tinggi Banten dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Banten, sekaligus mengadukan sejumlah temuannya di dalam empat proyek strategis daerah tersebut.

Diketahui, dalam gelaran dialog antara sekelompok aktivis dengan pejabat PUPR tersebut, tampak hadir juga Direktur PT Lambok Ulina sebagai pelaksana proyek Jalan Simpang-Beyeh dan Direktur PT Wukir Kencana yang mengerjakan proyek Jalan Cikumpay-Ciparay.