CAKRATARA.COM – Aliansi Muda Banten Selatan (Ambas) menggelar audiensi bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten, pada Senin, 02 September 2024.

Dalam audensi itu, Ambas membahas empat pekerjaan proyek strategis daerah yang ada di wilayah Kabupaten Lebak bagian selatan.

Keempat projek dengan pagu anggaran lebih dari Rp117 miliar yang diserap dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten Tahun 2024 itu, diantaranya, Rekontruksi Jalan Simpang-Beyeh, Pembangunan Jalan Cikumpay-Ciparay, Rehabilitasi Irigasi DI Cibinuamgen dan Rehabilitasi Irigasi DI Cilangkahan 1.

Baca Juga:
Pemberhentian Perangkat Desa Katapang oleh Kades Dinilai Langgar Perbup Lebak – Terkait pemberhentian sementara terhadap Pegawai Desa Katapang oleh kepala desa dipandang tidak memenuhi unsur. Hal itu disampaikan aktivis Lebak Selatan, Febi Pirmansyah. Febi memandang, keputusan Kades Katapang memberhentikan prades tersebut merupakan langkah politis yang dinilai cacat administrasi. “Menurut saya itu cacat administrasi, Kades tidak boleh sembarangan memecat pegawai desa hanya karena ada persoalan pribadi yang dilakukan Prades,” kata Febi, Jumat (21/3/2025). Sebaiknya, lanjut Febi, Kades dan Camat Wanasalam serta stakeholder yang lain, mengkaji ulang rencana pemberhentian prades. “Jangan sampai keputusan pemberhentian tersebut melangggar regulasi yang ada,” ucap Febi. Sebab, kata Febi, pemberhentian Prades tidak bisa serampangan dan harus mengikuti peraturan dan ada mekanisme yang perlu ditempuh. “Dasar pemberhentian itu harus jelas, apakah Prades itu melanggar aturan, pelanggarannya seperti apa, itu harus dikaji dulu,” jelasnya. Lanjut Febi, surat keputusan yang dikeluarkan oleh Kades terkait pemberhentian Prades dianggap prematur, karena tidak memenuhi syarat. “Surat keputusan Kades Katapang itu prematur, jika itu tetap diteruskan maka bisa terkena maladministrasi,” tegasnya. Berdasarkan informasi, pemberhentian terhadap pegawai desa yang menjabat sebagai Kasi Pemerintahan di Desa Katapang, tengah berproses. Kabar menyebutkan, Prades atas nama Aminuroni ini telah diberhentikan sementara oleh Kepala Desa Katapang dengan dalih aspirasi masyarakat. Pertimbangan pemberhentian tersebut lantaran pegawai desa tidak lagi memenuhi syarat atau melanggar larangan sebagai perangkat desa. Hal itu tertuang dalam surat keputusan Kades Katapang Nomor 141/26-Ds.2108/2025 Tentang Pemberhentian Sementara Aminuroni dari Jabatan Perangkat Desa Katapang, Kecamatan Wanasalam. Surat keputusan di atas, menurut Febi, sudah melanggar Peraturan Bupati Nomor 23 Tahun Tahun 2017 tentang Peraturan Disipilin Perangkat Desa. Dalam Perbup Nomor 23 Tahun 2017 menyebutkan, pelanggaran disiplin yang dimaksud adalah apabila perangkat desa terjerat sanksi pidana. “Jadi rujukan Kades Katapang dalam memberhentikan sementara Prades ini melanggar Perbup Nomor 23 Tahun 2017, karena tidak ada pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Prades,” paparnya. ***

“Kami membahas empat proyek strategis daerah yang saat ini tengah dikerjakan. Karena kuat dugaan kami bahwa empat pekerjaan tersebut terjadi masalah,” kata Koordinator Ambas, Haes Rumbaka, dalam rilis yang diterima wartawan.

Haes menuturkan hasil audisinya dengan pihak dinas yang diwakili oleh dua pejabat dari bidang sumber daya air dan bidang bina marga.

Menurut Haes, hampir semua keterangan yang disampaikan oleh PPTK Jalan sangat bertentangan dengan aturan sistem lelang ecatalog.

Padahal, kata Haes, sistem lelang menggunakan ecatalog sifatnya tetap dan mengikat. Perusahaan kontruksi yang menjadi pemenang tender, lanjut Haes, tidak dibenarkan merubah administrasi yang sudah ditetapkan sebelumnya, karena terikat kontrak.

Kemudian, Haes memaparkan salah satu persoalan yang sudah dilanggar baik oleh dinas mau pun pelaksana proyek pada pembangunan Jalan Cikumpay-Ciparay yang dikerjakan oleh PT Lambok Ulina.

Persoalan yang disebutkan yakni dukungan beton untuk pengerjaan proyek Jalan Cikumpay-Ciparay menggunakan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) milik PT SCG Redimix Indonesia.

Sementara fakta di lapangan, lanjut Haes, ternyata proyek tersebut tidak menggunakan beton dari pabrikasi perusahaan tersebut, melainkan dikirim oleh perusahaan Batching Plant PT Karya Sejati Redimix.

“Salah satu pernyataan yang dilontarkan oleh Kasi Bina Marga adalah membolehkan pelaksana proyek menerima barang meskipun tidak sesuai dengan pemilik sertifikat TKDN yang tertera di catalog elektornik,” tutur Haes.

Maka, mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Hukum ini menilai, bahwa langkah yang dilakukan oleh Dinas PUPR dan Pelaksana Proyek tersebut janggal administrasi, bahkan bisa disebut kejahatan transaksi eletronik.

“Cara seperti itu menurut saya pelanggaran. Masa awalnya dinas mesen beton dari PT SCG sementara yang datang malah produk bukan PT SCG, tapi dinas diam saja, harusnya kan ditolak bukan malah didukung, sama saja pelaksana proyek tersebut memanipulasi data eletronik,” tandasnya.

Merasa tidak puas dengan hasil audens, Koordinator Ambas mengaku bakal melayangkan surat audensi kembali ke Kejaksaan Tinggi Banten dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Banten, sekaligus mengadukan sejumlah temuannya di dalam empat proyek strategis daerah tersebut.

Diketahui, dalam gelaran dialog antara sekelompok aktivis dengan pejabat PUPR tersebut, tampak hadir juga Direktur PT Lambok Ulina sebagai pelaksana proyek Jalan Simpang-Beyeh dan Direktur PT Wukir Kencana yang mengerjakan proyek Jalan Cikumpay-Ciparay.