Cakratara.com – Salah satu model “Demokrasi Topeng” Banyaknya elite ngaronyot dengan ego personalnya menyatakan dirinya pemilik suara rakyat. Mempertontonkan ke- RAKUS- an kepada generasi muda penerus bangsa, tidak ada yang namanya etika dan norma politik.

Ajaran-ajaran sakral tentang regenerasi, keadilan, keberpihakan, keberlangsungan, kesempatan, pengabdian, keiklasan, kehormatan, bahkan keberadaban. Hilang dan Tak lagi menjadi model demokrasi yang berlandaskan pancasila..

Ini HIPOKRIT…

Dengan dalih kebersamaan dan “Satu Visi Misi” justru sedang Mempertontonkan kekuasaan, kerakusan, kehebatan, kedigdayaan, kepicikan, dan kepentingan pribadinya. Menjadi gambaran rendahnya “KREDIBILITAS”.

Sudah saatnya aturan diperbaiki, saatnya ada pembatasan soal jumlah dukungan partai dalam mengusung pasangan calon. Sehingga masyarakat tidak lagi disuguhi pil pahit. Tidak lagi ada calon tunggal, melawan “KOTAK KOSONG” yang menjadikan demokrasi tidak WARAS manusia melawan Kardus ???

Sudah tidak “waras” demokrasi kita. Apakah tidak mampu menyuguhkan putra/putri terbaik di negeri ini dengan 283 juta untuk mengajarkan demokrasi yang UTUH ?

Jika TIDAK MAMPU menjalankan demokrasi dengan pemilihan langsung oleh masyarakat dengan Biaya yang MAHAL,dan tidak mau mengajarkan demokrasi yang baik kepada generasi muda bangsa ? maka palingtidak KEMBALIKAN saja pada pemilihan kepala daerah oleh ” WAKIL RAKYAT” AGAR KITA SEDIKIT LEBIH WARAS.

Dede Sudiarto
( Candidate Doktor FISIP UNPAD )